Selasa, 01 April 2008

Life In Motion.

Beberapa hari yang lalu, di sebuah televisi swasta, ditayangkan sebuah film science fiction yang berjudul Equilibrium. Film itu menceritakan tentang manusia yang hidup dimasa yang akan datang, dimana kemampuan untuk merasakan segala sesuatunya dicabut, dan orang-orang yang 'berperasaan' menjadi musuh negara dan diburu dengan keji pada saat itu. Hal ini terjadi karena 'perasaan' didalam diri manusia dianggap menjadi penyebab dari terjadinya segala kejahatan dan kekerasan, serta perang dunia yang pernah terjadi didunia.

Didalam film itu juga, diceritakan perlawanan orang-orang yang 'berperasaan' menghadapi kejaran pemerintah yang ingin memusnahkan mereka. Didalam salah satu dialog mereka didalam menghadapi petugas pemerintah, dikatakan begini : "Kehidupan yang sekarang kamu anggap benar, adalah kehidupan tanpa perasaan. Lalu untuk apa kamu hidup tanpa keinginan untuk merasakan sesuatu? Kamu hanya menjalani kehidupan bagaikan sebuah siklus. Apakah kamu tahu bahwa itu sama saja dengan mati?"

Lalu, untuk apa kita hidup? Hal itu seperti membuat saya tersadar, bahwa kebanyakan dari kita mengalami kehidupan yang bersifat siklus. Siklus bersifat alamiah, ia seperti sebuah sistem yang bersifat circular, berputar terus menerus, sehingga tanpa sebuah tujuan pun dia akan terus berjalan dengan sendirinya. Begitu pun kehidupan manusia, selama dia masih memperoleh anugerah Ilahi untuk dapat terus bernafas , dia akan terus hidup walaupun tidak mengetahui tujuannya.

Buat saya, hal ini sangat menakutkan. Apakah kita tahu bahwa kita sekarang ini benar-benar hidup? Atau hidup yang sama saja dengan mati?

Semua ini berpulang kembali kepada tujuan hidup. Mengetahui tujuan hidup kita, berarti memberikan arah pada hidup ini. Sehingga ada masanya hidup tidak hanya bersifat circular, namun menjadi sebuah perjalanan yang seperti garis, melewati titik demi titik.

Titik itu adalah ketika hidup kita mulai bermakna positif bagi Tuhan, dan sesama. Titik itu adalah ketika kita mengetahui siapa sebenarnya diri kita, dan mulai menggenapi takdir hidup kita dengan mempergunakan talenta-talenta yang diberikanNya.

Dan kemudian berdoa tidak pernah menjadi sebegitu sejuk dan menyenangkan, ketika kerendahan hati menyadarkan, bahwa Tuhan Yang Empunya manusia lah yang dapat membukakan semua rencananya yang unik untuk setiap orang didalam kehidupan ini.

Dan inilah aku Tuhan, didalam segala kerendahan hati menanti petunjukMu. Supaya hidupku tidak asal hidup, apalagi hidup yang asal-asalan, namun bermakna bagiMu dan sesamaku.

Kisah Kita Berdua

Kisah kita bermula dari sebuah titik, dan lalu menjadi sebuah garis.
Titik itu adalah ketika aku bertanya : " Maukah kamu menjadi sayapku yang lain? karena aku hanya memiliki sebuah sayap, dan aku membutuhkan sebuah sayap yang lain untuk dapat

terbang. Maukah kamu mengarungi kehidupan, dan berbagi tentangnya bersama ku? Aku tidak punya apa-apa, tapi aku berjanji akan berusaha dengan sepenuh hatiku untuk membahagiakanmu."

Kemudian perlahan titik itu menjadi garis, ketika kamu menjawab : " Ya.. Aku mau." Aku masih ingat suaramu yang begitu bersemangat, yang kemudian membuat hari-hari kita tidak pernah menjadi sama lagi sejak saat itu.

Dua tahun tujuh bulan telah berlalu sejak saat itu. Garis yang tercipta, semakin hari menjadi semakin indah dan terus berlanjut dengan ukiran kasih dan sayang.

I remember the sadness. Saat masalah datang silih berganti didalam hubungan kita.

Namun kemudian aku selalu tersenyum, ketika mengingat kita berdua dapat mengatasinya bersama dengan kesabaran, kelembutan, ketabahan, komitmen, dan cinta.

Through time, tears, and laughter, we have been together. I love every second being with you, no matter what happen. Thanks God, He sent you. Altough words cannot describe how much you meant for me, but I want to say that I love you. And I will always do.



Raymond Peter Sugianto.