Beberapa hari yang lalu, di sebuah televisi swasta, ditayangkan sebuah film science fiction yang berjudul Equilibrium. Film itu menceritakan tentang manusia yang hidup dimasa yang akan datang, dimana kemampuan untuk merasakan segala sesuatunya dicabut, dan orang-orang yang 'berperasaan' menjadi musuh negara dan diburu dengan keji pada saat itu. Hal ini terjadi karena 'perasaan' didalam diri manusia dianggap menjadi penyebab dari terjadinya segala kejahatan dan kekerasan, serta perang dunia yang pernah terjadi didunia.
Didalam film itu juga, diceritakan perlawanan orang-orang yang 'berperasaan' menghadapi kejaran pemerintah yang ingin memusnahkan mereka. Didalam salah satu dialog mereka didalam menghadapi petugas pemerintah, dikatakan begini : "Kehidupan yang sekarang kamu anggap benar, adalah kehidupan tanpa perasaan. Lalu untuk apa kamu hidup tanpa keinginan untuk merasakan sesuatu? Kamu hanya menjalani kehidupan bagaikan sebuah siklus. Apakah kamu tahu bahwa itu sama saja dengan mati?"
Lalu, untuk apa kita hidup? Hal itu seperti membuat saya tersadar, bahwa kebanyakan dari kita mengalami kehidupan yang bersifat siklus. Siklus bersifat alamiah, ia seperti sebuah sistem yang bersifat circular, berputar terus menerus, sehingga tanpa sebuah tujuan pun dia akan terus berjalan dengan sendirinya. Begitu pun kehidupan manusia, selama dia masih memperoleh anugerah Ilahi untuk dapat terus bernafas , dia akan terus hidup walaupun tidak mengetahui tujuannya.
Buat saya, hal ini sangat menakutkan. Apakah kita tahu bahwa kita sekarang ini benar-benar hidup? Atau hidup yang sama saja dengan mati?
Semua ini berpulang kembali kepada tujuan hidup. Mengetahui tujuan hidup kita, berarti memberikan arah pada hidup ini. Sehingga ada masanya hidup tidak hanya bersifat circular, namun menjadi sebuah perjalanan yang seperti garis, melewati titik demi titik.
Titik itu adalah ketika hidup kita mulai bermakna positif bagi Tuhan, dan sesama. Titik itu adalah ketika kita mengetahui siapa sebenarnya diri kita, dan mulai menggenapi takdir hidup kita dengan mempergunakan talenta-talenta yang diberikanNya.
Dan kemudian berdoa tidak pernah menjadi sebegitu sejuk dan menyenangkan, ketika kerendahan hati menyadarkan, bahwa Tuhan Yang Empunya manusia lah yang dapat membukakan semua rencananya yang unik untuk setiap orang didalam kehidupan ini.
Dan inilah aku Tuhan, didalam segala kerendahan hati menanti petunjukMu. Supaya hidupku tidak asal hidup, apalagi hidup yang asal-asalan, namun bermakna bagiMu dan sesamaku.
Selasa, 01 April 2008
Kisah Kita Berdua
Kisah kita bermula dari sebuah titik, dan lalu menjadi sebuah garis.
Titik itu adalah ketika aku bertanya : " Maukah kamu menjadi sayapku yang lain? karena aku hanya memiliki sebuah sayap, dan aku membutuhkan sebuah sayap yang lain untuk dapat
terbang. Maukah kamu mengarungi kehidupan, dan berbagi tentangnya bersama ku? Aku tidak punya apa-apa, tapi aku berjanji akan berusaha dengan sepenuh hatiku untuk membahagiakanmu."
Kemudian perlahan titik itu menjadi garis, ketika kamu menjawab : " Ya.. Aku mau." Aku masih ingat suaramu yang begitu bersemangat, yang kemudian membuat hari-hari kita tidak pernah menjadi sama lagi sejak saat itu.
Dua tahun tujuh bulan telah berlalu sejak saat itu. Garis yang tercipta, semakin hari menjadi semakin indah dan terus berlanjut dengan ukiran kasih dan sayang.
I remember the sadness. Saat masalah datang silih berganti didalam hubungan kita.
Namun kemudian aku selalu tersenyum, ketika mengingat kita berdua dapat mengatasinya bersama dengan kesabaran, kelembutan, ketabahan, komitmen, dan cinta.
Through time, tears, and laughter, we have been together. I love every second being with you, no matter what happen. Thanks God, He sent you. Altough words cannot describe how much you meant for me, but I want to say that I love you. And I will always do.
Raymond Peter Sugianto.
Titik itu adalah ketika aku bertanya : " Maukah kamu menjadi sayapku yang lain? karena aku hanya memiliki sebuah sayap, dan aku membutuhkan sebuah sayap yang lain untuk dapat

Kemudian perlahan titik itu menjadi garis, ketika kamu menjawab : " Ya.. Aku mau." Aku masih ingat suaramu yang begitu bersemangat, yang kemudian membuat hari-hari kita tidak pernah menjadi sama lagi sejak saat itu.
Dua tahun tujuh bulan telah berlalu sejak saat itu. Garis yang tercipta, semakin hari menjadi semakin indah dan terus berlanjut dengan ukiran kasih dan sayang.
I remember the sadness. Saat masalah datang silih berganti didalam hubungan kita.
Namun kemudian aku selalu tersenyum, ketika mengingat kita berdua dapat mengatasinya bersama dengan kesabaran, kelembutan, ketabahan, komitmen, dan cinta.
Through time, tears, and laughter, we have been together. I love every second being with you, no matter what happen. Thanks God, He sent you. Altough words cannot describe how much you meant for me, but I want to say that I love you. And I will always do.
Raymond Peter Sugianto.
Senin, 31 Maret 2008
FORGIVENESS
Alkisah di suatu saat yang lalu, terjadi sebuah pertengkaran hebat didalam hidup saya. Dimana dimata ini, selalu tampak bahwa orang lain yang salah (naturally begitu, dan biasanya emang bener since I am not a kind of person that try to make an argue or fighting with another people without a strong reason).
Pertengkaran itu terjadi pada saat tugas kuliah semester 4 sedang banyak- banyaknya, dan sialnya, tugas itu sendiri yang memicu terjadinya pertengkaran. Why? Karena tugas-tugas itu adalah tipe-tipe pekerjaan berkelompok yang tentunya hanya bisa diselsaikan dengan kerja kelompok. Seperti kata DJ Romy sekarang, Unity in Diversity, sangat diperlukan untuk menjamin berhasilnya pekerjaan kami. Namun ternyata, menyatukan semua orang bukanlah pekerjaan yang mudah.
Adalah Toro, seorang sahabat, yang menjadi lawan main pertengkaran pada saat itu. Ya, seperti teater, pertengkaran itu terjadi. We use to be a closest friend. Saya besar, dan dia kecil. Perut saya maju kedepan karena gendut, dan dia cekung kedalam karena busung lapar. Funny to imagine how the fight started.. We just start to yelling at each other, and then boom. We don’t even talk again for a half year.
Aku selalu berpikir kalau aku yang benar. Terlebih ketika diri ini sudah berusaha untuk meminta maaf melalui sms, namun balasan tidak pernah datang darinya (udah kaya pacaran aja). Beberapa sahabat selalu mengingatkan saya, katanya “Mon, udah lupain aja yang udah terjadi. Gua yakin lu orang berdua salah paham.. Sayang banget mengingat semua yang udah lu orang alamin bersama.” Dengan penuh kebajikan mereka berharap agar salah satu dari kami mau mencoba untuk memulai perdamaian.
“Tetapi, untuk apa perdamaian itu? Ketika orang lain yang salah, kenapa kita yang harus mulai untuk berdamai? Dia dong yang harus mulai !” Pikiran-pikiran seperti itu selalu membayangi dan menahan langkah saya untuk membereskan masalah-masalah dengan Toro.
Hal ini berlangsung selama ½ tahun. Sampai suara Yang Maha Tinggi datang menghampiri diri ini didalam perkataan hambaNya digereja. Katanya : “ Ibadah yang sejati adalah melepaskan pengampunan, membereskan persoalan-persoalan yang terjadi dengan teman, saudara, sahabat. Itulah yang Tuhan kehendaki ! Setelah kau mengampuni kesalahan saudaramu, barulah Tuhan akan mendengar doa-doamu.”
Lucunya, perkataan seperti itu, saya dengar dalam 3 kotbah yang berbeda didalam satu minggu, dengan orang yang berbeda-beda pula ! Macam apa pula ini..
Kemudian hati ini menyerah. Secara tiba-tiba, tidak ada lagi masalah benar dan salah, siapa yang jahat dan siapa yang baik. Ketika kepasrahan itu datang, kekuatan yang besar memampukan saya untuk mengerti bahwa persahabatan itu sesuatu yang sangat berarti untuk diperjuangkan, membuat saya menghampiri Toro. Saya masih ingat, pada hari Selasa, 18 maret 2008, sebuah uluran tangan persahabatan plus ucapan selamat ulang tahun untuk sahabat saya itu terjadi, dan saya begitu lega dan senang ketika kita berdua dapat membicarakan semuanya dengan baik-baik. Sekarang, saya bisa panggil dia Torso, atau perut cekung, dan kami bisa menjadi paduan angka satu dan nol lagi.
Well, ternyata sesederhana itu ya? Ya. Hal ini menyadarkan saya, bahwa banyak hal dalam hidup ini sebenarnya sesederhana itu. Terkadang, kepasrahan adalah kuncinya, dan Tuhan lah yang membukakan pintunya. Kemudian seperti pepatah bijaksana katakan, berdoalah demikian : “Tuhan, berikan kami ketegaran untuk menerima yang tidak dapat kami ubah, keberanian dan kekuatan untuk dapat mengubah yang masih dapat kami ubah, dan kebijaksanaan untuk dapat membedakan keduanya.”
Pertengkaran itu terjadi pada saat tugas kuliah semester 4 sedang banyak- banyaknya, dan sialnya, tugas itu sendiri yang memicu terjadinya pertengkaran. Why? Karena tugas-tugas itu adalah tipe-tipe pekerjaan berkelompok yang tentunya hanya bisa diselsaikan dengan kerja kelompok. Seperti kata DJ Romy sekarang, Unity in Diversity, sangat diperlukan untuk menjamin berhasilnya pekerjaan kami. Namun ternyata, menyatukan semua orang bukanlah pekerjaan yang mudah.
Adalah Toro, seorang sahabat, yang menjadi lawan main pertengkaran pada saat itu. Ya, seperti teater, pertengkaran itu terjadi. We use to be a closest friend. Saya besar, dan dia kecil. Perut saya maju kedepan karena gendut, dan dia cekung kedalam karena busung lapar. Funny to imagine how the fight started.. We just start to yelling at each other, and then boom. We don’t even talk again for a half year.
Aku selalu berpikir kalau aku yang benar. Terlebih ketika diri ini sudah berusaha untuk meminta maaf melalui sms, namun balasan tidak pernah datang darinya (udah kaya pacaran aja). Beberapa sahabat selalu mengingatkan saya, katanya “Mon, udah lupain aja yang udah terjadi. Gua yakin lu orang berdua salah paham.. Sayang banget mengingat semua yang udah lu orang alamin bersama.” Dengan penuh kebajikan mereka berharap agar salah satu dari kami mau mencoba untuk memulai perdamaian.
“Tetapi, untuk apa perdamaian itu? Ketika orang lain yang salah, kenapa kita yang harus mulai untuk berdamai? Dia dong yang harus mulai !” Pikiran-pikiran seperti itu selalu membayangi dan menahan langkah saya untuk membereskan masalah-masalah dengan Toro.
Hal ini berlangsung selama ½ tahun. Sampai suara Yang Maha Tinggi datang menghampiri diri ini didalam perkataan hambaNya digereja. Katanya : “ Ibadah yang sejati adalah melepaskan pengampunan, membereskan persoalan-persoalan yang terjadi dengan teman, saudara, sahabat. Itulah yang Tuhan kehendaki ! Setelah kau mengampuni kesalahan saudaramu, barulah Tuhan akan mendengar doa-doamu.”
Lucunya, perkataan seperti itu, saya dengar dalam 3 kotbah yang berbeda didalam satu minggu, dengan orang yang berbeda-beda pula ! Macam apa pula ini..
Kemudian hati ini menyerah. Secara tiba-tiba, tidak ada lagi masalah benar dan salah, siapa yang jahat dan siapa yang baik. Ketika kepasrahan itu datang, kekuatan yang besar memampukan saya untuk mengerti bahwa persahabatan itu sesuatu yang sangat berarti untuk diperjuangkan, membuat saya menghampiri Toro. Saya masih ingat, pada hari Selasa, 18 maret 2008, sebuah uluran tangan persahabatan plus ucapan selamat ulang tahun untuk sahabat saya itu terjadi, dan saya begitu lega dan senang ketika kita berdua dapat membicarakan semuanya dengan baik-baik. Sekarang, saya bisa panggil dia Torso, atau perut cekung, dan kami bisa menjadi paduan angka satu dan nol lagi.
Well, ternyata sesederhana itu ya? Ya. Hal ini menyadarkan saya, bahwa banyak hal dalam hidup ini sebenarnya sesederhana itu. Terkadang, kepasrahan adalah kuncinya, dan Tuhan lah yang membukakan pintunya. Kemudian seperti pepatah bijaksana katakan, berdoalah demikian : “Tuhan, berikan kami ketegaran untuk menerima yang tidak dapat kami ubah, keberanian dan kekuatan untuk dapat mengubah yang masih dapat kami ubah, dan kebijaksanaan untuk dapat membedakan keduanya.”
Sabtu, 29 Maret 2008
This is it. No more talk, we gotta choose. It's gonna be starting to go somewhere we need to be, or keep silence and wait for the best moment to go.
Cuma satu yang masuk didalam hati, pada hari ini. Sesuatu itu adalah sebuah perkataan bijaksana dari seorang teman. Katanya : " Perubahan bukanlah sebuah perubahan sampai terjadi perubahan."
Like it or no, in the end, we all got to go to the place we need to be. Cause, maybe that's what life is.. A journey, when we move to one place and another. When we go, not only in a circular motion, but to a point where there is greater light.
Like it or no, in the end, we all got to go to the place we need to be. Cause, maybe that's what life is.. A journey, when we move to one place and another. When we go, not only in a circular motion, but to a point where there is greater light.
Langganan:
Postingan (Atom)